laporan praktikum penyabuanan etil asetat
PENENTUAN
TETAPAN LAJU REAKSI PENYABUNAN
ETIL
ASETAT
Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia
Universitas Negeri Semarang
Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati
Semarang, Indonesia
kibtiyahrahayu@gmail.com, 085640103552
Abstrak
Telah
dilakukan percobaan untuk penyabunan (saponifikasi) etil asetat dengan Natrium
Hidroksida dengan bantuan katalis HCl untuk mempercepat reaksi. Tujuan dari
percobaan ini yaitu menunjukan bahwa reaksi yang terjadi adalah reaksi orde dua
dan menentukan tetapan orde reaksi. Dalam percobaan ini dilakukan dengan cara
titrasi. Percobaan dimulai dengan mencampurkan etil asetat dan NaOH yang sudah
termostat (suhunya sama) ke dalam erlenmeyer. Kemudian diambil beberapa ml dan
ditambahkan dengan larutan HCl. Tujuan dari penambahan HCl adalah untuk
menetralkan larutan. Selanjutnya baru dititrasi dengan NaOH. Titrasi dilakukan
sebanyak 12 kali. Dari hasil titrasi diperoleh data hubungan antara waktu (t)
dengan volume titran (NaOH). Semakin lama waktu pencampuran, semakin sedikit
volume NaOH yang digunakan untuk menitrasi. Berdasarkan teori, semakin lama
waktu pencampuran maka volume NaOH yang digunakan semakin banyak. Ketidak
sesuaian hasil percobaan dengan teori mungkin disebabkan kesalahan pada saat
awal percobaan, yaitu volume etil asetat yang akan dicampurkan tidak sama
dengan volume NaOH. Hasil akhir dari percobaan dapat dirumuskan reaksi penyabunan etil
asetat yaitu
CH3COOCH5 + OH¯ CH3COO¯ + C2H5OH
Kata kunci: Laju Reaksi, Orde
reaksi, Saponifikasi, Titrasi
Pendahuluan
Saponifikasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan
sabun dan gliserol melalui penghidrolisaan dengan basa, lemak atau
minyak(Keenan,dkk,1990).
Kinetika
kimia menunjukkan kecepatan dan mekanisme perubahan kimia suatu atribut mutu terhadap
waktu pada suhu tertentu. Kecepatan reaksi kimiawi ditentukan oleh massa produk
yang dihasilkan atau reaktan yang digunakan setiap unit waktu (Man 2000).
Laju
reaksi merupakan penambahan konsentrasi produk atau pengurangan konsentrasi
reaktan per satuan waktu. Laju reaksi hampir selalu sebanding dengan
konsentrasi pereaksi. Mengubah konsentrasi suatu zat dalam suatu reaksi dapat
mengubah laju reaksinya juga. Laju reaksi dapat ditentukan dari konsentrasi
reaktan maupun konsentrasi produk suatu reaksi. Secara matematis laju reaksi
dinyatakan sebagai (Labuza ,1982):
dimana:
=
laju perubahan konsentrasi A pada waktu tertentu
k =
konstanta laju reaksi
[A] =
konsentrasi pereaksi
N = ordo
reaksi
Laju reaksi dapat dipergunakan untuk
memprediksi kebutuhan bahan pereaksi dan produk reaksi tiap satuan waktu, dan
dapat juga dipergunakan untuk menghitung kebutuhan energi untuk produksi
hidrogen(Agus,2010).
Konstanta
laju reaksi bersifat konstan terhadap konsentrasi pereaksi namun akan berubah
jika terjadi perubahan kondisi lingkungan seperti suhu(Labuza ,1982).
Ordo
reaksi merupakan bagian dari persamaan laju reaksi. Orde
reaksi adalah jumlah pangkat faktor konsentrasi dalam hukum laju bentuk
diferensial. Pada umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak sama
dengan koefisien dalam persamaan stoikiometri reaksi (Hiskia, 2003). Penentuan ordo reaksi tidak dapat diturunkan dari
persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan eksperimen dengan
menggunakan sederet konsentrasi pereaksi. Pada reaksi ordo nol dimana n = 0,
laju reaksi tidak tergantung pada konsentrasi pereaksi dan bersifat konstan
pada suhu tetap. Jadi laju reaksi ordo nol hanya tergantung pada konstanta laju
reaksi yang dinyatakan sebagai k. Laju reaksi menurut ordo satu dimana n = 1,
dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi dimana laju reaksi berbanding lurus
dengan konsentrasi pereaksi. Hal ini berarti peningkatan konsentrasi akan
meningkatkan pula laju reaksi(Labuza ,1982).
Untuk menentukan laju
dari reaksi kimia yang diberikan, harus ditentukan seberapa cepat
perubahan konsentrasi yang terjadi pada reaktan atau produknya. Secara
umum, apabila terjadi reaksi A → B, maka mula-mula zat yang A dan zat B sama
sekali belum ada. Setelah beberapa waktu, konsentrasi B akan meningkat
sementara konsentrasi zat A akan menurun (Partana, 2003 : 47). Hukum laju dapat
ditentukan dengan melakukan serangkain eksperimen secara sistematik pada reaksi
A + B → C, untuk menentukan orde reaksi terhadap A maka konsentrasi A dibuat
tetap sementara konsentrasi B divariasi kemudian ditentukan laju reaksinya pada
variasi konsentrasi tersebut. Sedangkan untuk menentukan orde reaksi B, maka
konsentrasi B dibuat tetap sementara itu konsentrasi A divariasi kemudian
diukur laju reaksinya pada variasi konsentrasi tersebut (Partana, 2003 : 49).
Pengaruh suhu terhadap kecepatan
rekasi kimia pertama kali diungkapkan oleh Van’t Hoff pada 1884, dan diperluas
oleh Hood dan Arrhenius 1885 dan 1889, selanjutnya pengaplikasian terhadap
kemunduran bahan makanan oleh Labuza pada 1980 (Suyitno,1997; Wisnu,2006).
Metode
Metode
yang digunakan dalam percobaan ini adalah dengan cara titrasi. Diawali dengan
memasukkan masing-masing 100 ml larutan NaOH dan Etil asetat ke dalam
erlenmeyer berbeda (temperatur sama) dan menyiapkan 6 buah erlenmeyer berisi 10
ml HCl 0,02 M . Selanjutnya yaitu mencampurkan larutan NaOH dan etil asetat apabila
temperatur sudah mencapai termostat dan menghidupkan stopwatch pada saat kedua
larutan itu bercampur. Memipet 10 ml campuran reaksi dan memasukkan dalam
erlenmeyer yang berisi 10 ml larutan HCl setelah tiga menit setelah reksi
dimulai, kemudian menambahkan 1 tetes indikator PP dan segera titrasi dengan
NaOH 0,02 M.
Dalam percobaan ini menggunakan
beberapa alat dan bahan. Alat yang digunakan yaitu labu ukur 250 ml, pipet volume 10 ml, bulb, erlenmeyer
250 ml, buret 50 ml, botol semprot, corong kaca, stopwatch, gelas ukur 100 ml,
batang pengaduk, spatula, termometer,
gelas beker, dan tisu. Bahan yang digunakan yaitu Akuades, Asam Klorida, Etil
Asetat, Indicator PP, dan Natrium Hidroksida. Untuk mengetahui hubungan antara waktu
dan volume NaOH menggunakan grafik.
Hasil
Dan Pembahasan
Massa Aluminium Foil = 0,37 gram
Massa Aluminium Foil + NaOH = 0,37 +
0,79
=
1,16 gram
No.
|
Titer
|
Volume
Titran (ml)
|
|
V1
|
V2
|
||
1.
|
HCl Blangko
|
15,27
|
-
|
2.
|
Campuran A (t
= 0)
|
17,4
|
|
3.
|
Campuran B (t
= 10)
|
9
|
10,25
|
4.
|
Campuran C (t
= 15)
|
4,5
|
5
|
5.
|
Campuran D (t
= 25)
|
4,1
|
5,1
|
6.
|
Campuran E (t
= 30)
|
3,3
|
3,5
|
7.
|
Campuran F (t
= 35)
|
1,5
|
2,2
|
8.
|
Campuran G (t
= 45)
|
1,4
|
1,25
|
Persamaan Reaksi:
CH3COOC2H5 + 2NaOH CH3COONa + C2H5OH +NaOH sisa
NaOH
sisa + HCL NaCl
+ HCl sisa
HCl
sisa + NaOH NaCl
Mula2 a b -
Reaksi x x x
Sisa (a-x) (b-x) (x)
Grafik t terhadap Volume (V1
dan V2)
Perhitungan
1.
Mencari milimol NaOH sisa reaksi
·
Untuk 0 menit
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= M1. V1 – M2. V2
= 0,02. 10 – 0,02. 17,4
= ‒ 0.148 mmol
·
Untuk 10 menit
mmol NaOH
sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= M1. V1 – M2. V2
= 0,02. 10 – 0,02. 9,75
= 0,005
·
Untuk 15 menit
mmol NaOH
sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= M1. V1 – M2. V2
= 0,02. 10 – 0,02. 4,75
= 0,105 mmol
·
Untuk 25 menit
mmol NaOH
sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= M1. V1 – M2. V2
= 0,02. 10 – 0,02. 4,6
= 0,108 mmol
·
Untuk 30 menit
mmol NaOH
sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= M1. V1 – M2. V2
= 0,02. 10 – 0,02. 3,4
= 0,132 mmol
·
Untuk 35 menit
mmol NaOH
sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= M1. V1 – M2. V2
= 0,02. 10 – 0,02. 1,85
= 0,163 mmol
·
Untuk 45 menit
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= M1. V1 – M2. V2
= 0,02. 10 – 0,02. 1,325
= 0,1735 mmol
2.
Mencari mmol HCl yang sisa reaksi
·
Untuk 0 menit
mmol
NaOH = mmol HCl awal – mmol
NaOH sisa
= M. V – mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 – (– 0,148)
= 2,148 mmol
·
Untuk 10 menit
mmol
NaOH = mmol HCl awal – mmol
NaOH sisa
= M. V – mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 – 0,005
= 1,995 mmol
·
Untuk 15 menit
mmol
NaOH = mmol HCl awal – mmol
NaOH sisa
= M. V – mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 – 0,105
= 1,895 mmol
·
Untuk 25 menit
mmol
NaOH = mmol HCl awal – mmol
NaOH sisa
= M. V – mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 – 0,108
= 1,892 mmol
·
Untuk 30 menit
mmol
NaOH = mmol HCl awal – mmol
NaOH sisa
= M. V – mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 – 0,132
= 1,868 mmol
·
Untuk 35 menit
mmol
NaOH = mmol HCl awal – mmol
NaOH sisa
= M. V – mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 – 0,163
= 1,837 mmol
·
Untuk 45 menit
mmol
NaOH = mmol HCl awal – mmol
NaOH sisa
= M. V – mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 – 0,1735
= 1,8265 mmol
Waktu
|
a (mmol)
|
b (mmol)
|
(a-x)
|
1/(a-x)
|
0
|
-0,148
|
2
|
2,148
|
0,4655
|
10
|
0,005
|
2
|
1,995
|
0,5012
|
15
|
0,105
|
2
|
1,895
|
0,5277
|
25
|
0,108
|
2
|
1,892
|
0,5285
|
30
|
0,132
|
2
|
1,868
|
0,5353
|
35
|
0,163
|
2
|
1,837
|
0,5443
|
45
|
0,1735
|
2
|
1,8265
|
0,5475
|
Dari
grafik diperoleh persamaan garis y = 0,001x + 0,482
Maka, k = slope = 0,001 atau 10-3
Reaksi
penyabunan etil asetat dengan ion hidroksida bukan merupakan reaksi sederhana,
namun ternyata bahwa reaksi ini merupakan reaksi orde dua. Pada percobaan ini
(penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi) digunakan larutan standar NaOH.
Tujuan percobaan ini untuk menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh
ion hidroksida merupakan reaksi orde dua.
Pada praktikum kali ini yang
bertujuan tentang pembuktian bahwa reaksi safonofikasi etil asetat adalah orde
dan menentukan tetapan laju reaksi tersebut. Pada dasarnya safonifikasi etil
asetat dapat dinyatakan dalam persamaan:
CH3-COO-C2H5
+ OH-
CH3COO- + C2H5OH
reksi safonifikasi etil asetat merupakan
reaksi ordo dua yang dirumuskan dengan persamaan d(eter) / dt = k [eter] [OH].
Pada
praktikum reaksi safonifikasi etil asetat ini didapat hasil dari basa kuat
(NaOH) dengan mereaksikan etil asetat, maka akan terbentuk asetil dan alkohol.
Kecepatan terbentuknya produk dari waktu pertama to ke t berbeda. Kecepatan
atau laju reaksi pada laju tersebut dapat dicari dengan mengetahui jumlah
konsentrasi baik produk maupun reaktan pada saat waktu tertentu. Konsentrasi OH
pada pertsamaan reaksi di atas dapat di anggap sama.
`Dilihat
dari kurva yang terbentuk dari hasil pengamatan di atas dapat ditentukan
konstanta laju yang di dapat dari nilai slope yaitu 22,48M-1 menit -
. akan tetapi nilai laju ini di dapat dari nilai konsentreasi NaOH dari
setiap waktu yanga digunakan yakni berturut-turut 10,15,25, 30,35 dan 45 menit,
dengan konsentrasi 0,46 M-1 , 0,5 M-1, 0,53 M-1,
0,53 M-1, 0,54 M-1, 0,54 M-1 dan 0,55 M-1.
Pada percobaan diperoleh bahwa semakin lama, volume titran semakin
sedikit. Hal ini berarti banyaknya NaOH yang digunakan untuk menetralkan
larutan basa semakin sedikit, artinya jumlah yang digunakan untuk membentuk produk larutan
basa semakin sedikit pula. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang seharusnya
semakin lama diperoleh NaOH yang semakin banyak, ini terjadi mungkin disebabkan
karena volume etil asetat yang dicampurkan tidak sama dengan volume NaOH.
Sehingga larutan lebih bersifat basa.
Kesimpulan
Hasil percobaaan reaksi penyabunan Etil Asetat merupakan reaksi berorde dua
dengan diperoleh konstanta
laju reaksi sebesar 10-3, akan tetapi kurva kurang linear (R2<0,9). Reaksi yang terjadi adalah pada penyabunan antara etil asetat dengan NaOH adalah
CH3COOC2H5
(aq) + NaOH (aq) CH3COONa (aq) + C2H5OH
(aq).
Daftar Pustaka
Harjito,
2013, Panduan penulisan manuskrip.,
diunduh di www.facebook.com/groups/chemisfun/shshhsnshhhs.pdf pada tanggal 8 Oktober 2013.
Harjito,
2012, Panduan layout naskah dari manuskrip menggunakan Scribus bagi pemula, Chemistri in Education 5(2): 67-81.
Wahyuni,
Sri. 2013. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisika. Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Semarang
Hiskia, Achmad.
2001. Elektrokimia dan Kinetika Kimia.
Bandung: Citra Aditya Sakti.
Setiaji, Kartiko.
2011. Laporan Percobaan Kimia.
Jogjakarta: SMA 1 Jetis.
Partana, Crys Fajar, dll. 2003. Common Textbook : Kimia Dasar 2. Yogyakarta : UNY
Press
Anonim.2008. rekasi
Penyabunan.yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-pembuatan-sabun/
( 10 Oktober 2013)
Komentar
Posting Komentar